Krisis Iklim Adalah Krisis Kesehatan: FKM Unhas Gelar Kuliah Tamu Internasional, Perkuat Jejaring Riset Global dengan University of Amsterdam

MAKASSAR – [10 November 2025] – Di tengah tantangan global berupa kenaikan suhu ekstrem, penipisan kualitas udara, dan destabilisasi ekosistem, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Hasanuddin (Unhas) tampil mengambil peran krusial. Dalam rangka peringatan Dies Natalis ke-43, FKM Unhas sukses menggelar Kuliah Tamu Internasional yang berfokus pada isu paling mendesak abad ini: kesehatan publik di tengah krisis perubahan iklim. Kegiatan ilmiah bergengsi ini mengusung tema provokatif, “Public Health in a Climate-Changing World: Rethinking Risk Across Species and Scales,” dan secara khusus menghadirkan pakar antropologi kesehatan terkemuka dari Eropa, Prof. dr. E.M. (Eileen) Moyer dari Department of Anthropology, University of Amsterdam, The Netherlands. Forum lintas benua ini tidak hanya menjadi ajang transfer ilmu, namun bertransformasi menjadi panggung dialog strategis yang menuntut komunitas akademik untuk meninjau kembali fondasi kesehatan masyarakat dalam konteks ekosistem yang rapuh dan saling terhubung. Meneguhkan Komitmen Kolaborasi Ilmiah di Tengah Darurat Global Acara dibuka secara resmi dan penuh semangat oleh jajaran pimpinan fakultas. Prof. Dr. Atjo Wahyu, S.KM., M.Kes. bersama Prof. Anwar Mallongi, S.KM., M.Sc.PH., Ph.D., menegaskan bahwa paradigma kesehatan kini telah bergeser dan tidak lagi dapat dilihat secara terpisah dari kondisi lingkungan. “Krisis iklim adalah krisis kesehatan. Kita tidak bisa lagi hanya berfokus pada individu. Tantangan global yang kompleks ini menuntut adanya kolaborasi lintas disiplin dan lintas bangsa untuk memahami dan menyelesaikan permasalahannya,” tegas Prof. Atjo Wahyu, yang sambutannya disambut hangat oleh peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa pascasarjana, dan peneliti. Penguatan jejaring internasional menjadi salah satu fokus utama dalam acara Dies Natalis kali ini. Dr. Dian Sidik Arsyad, S.KM., M.KM., Ph.D., Ketua Departemen Epidemiologi FKM Unhas sekaligus alumni perguruan tinggi di Belanda, menekankan pentingnya inisiatif semacam ini. “Forum akademik ini adalah momentum emas untuk memperkuat simpul jejaring ilmiah antara Unhas, sebagai representasi dari Global South, dan universitas-universitas terkemuka di Eropa,” ujar Dr. Dian. “Riset global yang berdampak dimulai dari dialog lintas budaya yang setara. FKM Unhas memiliki posisi strategis dan siap menjadi jembatan pengetahuan yang menghubungkan selatan dan utara dunia dalam menghadapi tantangan kesehatan planet.” Kehadiran Prof. Moyer dari University of Amsterdam, salah satu institusi riset terbaik dunia, merupakan bukti nyata komitmen FKM Unhas untuk selalu berada di garis depan wacana kesehatan global dan memfasilitasi pertukaran gagasan terbaik bagi civitas akademika di Timur Indonesia. Membaca Gejala Iklim: Antropologi dan Diagnosis Kesehatan Planet Sesi inti Kuliah Tamu berjalan interaktif selama 90 menit dan dipandu oleh Basir, S.KM., M.Sc. dari Departemen Kesehatan Lingkungan. Prof. Moyer memaparkan perspektif antropologis yang mendalam mengenai keterkaitan antara Perubahan Iklim, pola penyakit, dan adaptasi perilaku manusia. Menurutnya, krisis iklim bukanlah sekadar bencana alam atau permasalahan teknis lingkungan, melainkan sebuah “penyakit sosial” yang secara telanjang memperlihatkan bagaimana sistem ekonomi yang dominan, struktur budaya, dan ekologi alam saling tumpang tindih dan memengaruhi. “To rethink public health in a climate-changing world means to recognize that human wellbeing is deeply intertwined with the health of ecosystems and other species,” jelas Prof. Moyer. Ia menyerukan bahwa memikirkan ulang kesehatan masyarakat berarti mengakui bahwa kesejahteraan manusia terkait erat dengan kesehatan ekosistem dan spesies lainnya. Melalui pendekatan lintas spesies (multi-species approach), Prof. Moyer mengajak peserta untuk memperluas lensa pemahaman mereka: kesehatan tidak lagi hanya diukur dari status tubuh manusia semata, tetapi harus dipahami dari jaring kehidupan secara menyeluruh—mencakup kualitas air yang kita minum, udara yang kita hirup, kesuburan tanah, hingga kondisi makhluk lain yang berbagi ruang hidup di Bumi. Perspektif ini sangat relevan dalam konteks Indonesia, yang kaya akan keanekaragaman hayati namun rentan terhadap dampak krisis iklim. Dari Laboratorium Kampus ke Realitas Komunitas: Mengatasi Ancaman Lokal Sesi dialog dan tanya jawab menjadi sangat hidup ketika para dosen dan mahasiswa FKM Unhas berbagi temuan empiris dan observasi langsung dari lapangan. Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan, sangat rentan terhadap penyakit berbasis lingkungan yang dipicu oleh perubahan iklim, seperti: Isu lingkungan yang tidak kalah penting yang diangkat oleh peserta adalah masalah sampah plastik. Ditekankan bahwa kontaminasi mikroplastik kini telah menjadi ancaman kesehatan tersembunyi, mencemari air minum, udara yang dihirup, bahkan rantai makanan laut. Para peserta, yang terdiri dari akademisi Departemen Kesehatan Lingkungan, Epidemiologi, hingga Administrasi Kebijakan Kesehatan, menyerukan adanya tiga aksi strategis: Menata Ulang Visi Ilmu dan Kepemimpinan Akademik Menutup sesi, Dekan FKM Unhas, Prof. Sukri Palutturi, S.KM., M.Kes., MSc.PH., Ph.D., memberikan penegasan yang menjadi refleksi moral bagi peran universitas. “Kuliah tamu internasional ini bukan sekadar rutinitas transfer ilmu pengetahuan. Ini adalah refleksi moral dan etika universitas terhadap isu kemanusiaan global,” kata Prof. Sukri. “Kesehatan publik bukan hanya urusan di dalam laboratorium, tetapi urusan bumi dan nurani kolektif kita. Kita perlu menggeser pandangan dan mulai melihat kesehatan sebagai wujud dari keadilan ekologis.” Kesimpulan dari forum ini bulat: masa depan kesehatan publik sangat bergantung pada kemampuan manusia untuk membangun solidaritas ekologis—sebuah kesadaran mendasar bahwa keberlangsungan peradaban manusia tidak mungkin dipisahkan dari terjaganya keseimbangan alam. Melalui keberhasilan penyelenggaraan Kuliah Tamu Internasional ini, FKM Unhas kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu poros pemikiran dan pusat wacana kesehatan masyarakat yang relevan dan strategis di kawasan Asia Tenggara. Forum akademik ini tidak hanya berhasil memperluas jaringan ilmiah dan riset, tetapi juga memperkaya kesadaran kolektif bahwa sains, etika, dan lingkungan harus bersatu dalam satu visi tunggal: Menjaga Kehidupan. Dari kampus yang berada di Timur Indonesia, FKM Unhas telah mengirimkan gema ilmiah yang bergema hingga Amsterdam dan komunitas akademik global, membawa pandangan baru tentang kesehatan planet: sehatnya manusia bergantung pada sehatnya bumi.