Inovasi Gizi Anak Sekolah: FKM Unhas dan Toyo Food Japan Kolaborasi Kembangkan Menu Makan Siang Sehat

Makassar, 5 Februari 2025. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Program Studi Ilmu Gizi berkolaborasi dengan Toyo Food Japan, sebuah perusahaan Jepang yang bergerak di bidang pangan, untuk mengembangkan menu makan siang bergizi bagi anak-anak sekolah. Kemitraan ini diwujudkan dalam sebuah pertemuan yang digelar di Ruang Prof. Nur Nasry Noor, Lantai 2 FKM Unhas, pada tanggal 5 Februari 2025. Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari Toyo Food Japan, termasuk ahli gizi dan petinggi perusahaan, serta akademisi FKM Unhas, termasuk Prof. dr. Veni Hadju, MSc, PhD dan beberapa dosen dari program studi Ilmu Gizi maupun dosen dari program studi Kesehatan Masyarakat. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Toyo Food Japan memaparkan konsep makan siang bergizi di sekolah yang telah sukses diterapkan di Jepang. Mereka menjelaskan bahwa makan siang di sekolah di Jepang bukan hanya sekadar memberikan makanan, tetapi juga merupakan bagian integral dari pendidikan anak. Di Jepang, menu makan siang dirancang dengan cermat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, sekaligus mengajarkan mereka tentang pentingnya gizi seimbang, pengolahan makanan yang baik, dan kebiasaan makan sehat. Anak-anak diajarkan untuk tidak menyisakan makanan, guru pun ikut makan bersama murid untuk memberikan contoh yang baik. Bahan makanan pun diupayakan berasal dari hasil pertanian lokal untuk mendukung perekonomian daerah dan memberikan edukasi tentang asal-usul makanan. Selain itu, untuk memastikan kecukupan kalsium, setiap anak diwajibkan minum susu, dan kotak susu bekas didaur ulang. Setelah makan, siswa juga dibiasakan untuk menyikat gigi bersama serta membersihkan ruang makan secara kolektif. Kebiasaan ini tidak hanya menjaga kebersihan dan kesehatan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kerja sama. Toyo Food Japan juga mengungkapkan bahwa biaya makan siang sekolah di Jepang berkisar 300 yen (sekitar Rp30.000) per porsi, yang sebagian ditanggung oleh orang tua dan sebagian lagi disubsidi oleh pemerintah daerah. Mereka menekankan bahwa makan siang di sekolah merupakan pilar penting dalam kebijakan kesehatan nasional Jepang. Menindaklanjuti presentasi dari Toyo Food Japan, FKM Unhas akan melakukan uji coba menu makan siang bergizi yang akan disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak-anak di Indonesia. Dr. Healthy Hidayanty, SKM.,M.Kes menjelaskan bahwa “sebagai bagian dari uji coba, FKM Unhas juga melakukan survei terkait kebiasaan makan dan status gizi anak-anak. Program ini dirancang untuk menyesuaikan kebutuhan zat gizi bagi siswa di sekolah, di mana makan siang berkontribusi sekitar 20–30% dari kebutuhan gizi harian mereka. Selain itu, rencana uji coba menu makan sehat bagi orang tua dan anak-anak juga akan dilakukan sebagai bentuk edukasi langsung.” Salah satu menu yang akan diuji coba terdiri dari nasi putih 150 gram, tahu kecap 31 gram, tumis buncis dan wortel 78 gram, ayam asam manis 92 gram, acar 89 gram, sambal tomat 34 gram, dan pisang 30 gram. Menu ini terdiri atas makanan pokok 150 gram, lauk pauk (hewani dan nabati) 123 gram, sayur 167 gram, serta buah 30 gram. Menu ini mengandung 689 kkal energi, 16 gram protein, 31 gram lemak, dan 86 gram karbohidrat. Kerja sama antara Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas dan Toyo Food Japan dalam uji coba menu makan bergizi untuk anak sekolah memiliki dampak positif yang luas dan sejalan dengan beberapa tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs 2: Zero Hunger (Tanpa Kelaparan) – Program ini berkontribusi pada pencapaian ketahanan pangan dengan memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang cukup dan seimbang. SDGs 3: Good Health and Well-being (Kesehatan dan Kesejahteraan) – Dengan meningkatkan kualitas gizi anak sekolah, program ini membantu mencegah malnutrisi dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan optimal mereka, yang berkontribusi langsung pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. SDGs 4: Quality Education (Pendidikan Berkualitas) – Menyediakan makanan sehat di lingkungan sekolah dapat meningkatkan konsentrasi dan prestasi akademik siswa, yang pada gilirannya mendukung pencapaian pendidikan berkualitas. SDGs 9: Industry, Innovation, and Infrastructure (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur) – Keterlibatan industri pangan Jepang dalam program ini mendukung inovasi di bidang pangan berbasis ilmu gizi dan transfer teknologi. SDGs 17: Partnerships for the Goals (Kemitraan untuk Tujuan) – Program ini merupakan contoh kemitraan yang baik antara universitas, pemerintah, dan sektor swasta dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kerja sama antara FKM Unhas dan Toyo Food Japan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam penerapan konsep makan siang bergizi di sekolah-sekolah di Indonesia. Dengan implementasi program ini secara luas, diharapkan anak-anak Indonesia dapat tumbuh sehat, cerdas, dan berprestasi, sehingga dapat berkontribusi pada kemajuan bangsa di masa depan. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat menginspirasi industri pangan lokal untuk lebih memperhatikan kualitas gizi produk mereka dan mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, sinergi antara berbagai pihak terkait dapat menciptakan ekosistem pangan yang sehat dan berkelanjutan bagi generasi penerus bangsa.
Arbi Ahmadi, Ketua Umum Himapid FKM Unhas, Berhasil Ikuti Program Pelatihan Caraka TB Institute di Bogor

Arbi Ahmadi, seorang mahasiswa berprestasi sekaligus Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Himapid FKM Unhas), baru saja mencapai pencapaian luar biasa. Ia berhasil terpilih sebagai salah satu dari 20 peserta terbaik yang diundang untuk mengikuti Pelatihan Caraka TB Institute (CTI), sebuah program pelatihan bergengsi yang diinisiasi oleh STOP TB Partnership Indonesia. Program ini akan berlangsung dari tanggal 16 hingga 20 September 2024, bertempat di Leuweung Gledegan Ecoledge yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sebuah lokasi yang dikenal dengan suasana alamnya yang menenangkan dan kondusif untuk pelatihan intensif. Pelatihan CTI ini dirancang dengan tujuan utama untuk meningkatkan pemahaman para peserta tentang tuberkulosis (TB), sebuah penyakit menular yang masih menjadi masalah besar di bidang kesehatan masyarakat, terutama di Indonesia. Selain itu, pelatihan ini juga bertujuan untuk mengasah keterampilan para peserta dalam melakukan penanganan dan pencegahan penyebaran penyakit TB. Mengingat tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit yang menelan banyak korban di Indonesia, pelatihan ini sangat relevan dan penting bagi upaya kesehatan masyarakat, khususnya dalam meningkatkan kesadaran serta keterampilan praktis dalam menangani penyakit ini. Arbi sendiri harus melalui proses seleksi yang sangat kompetitif sebelum akhirnya terpilih untuk berpartisipasi dalam pelatihan ini. Seleksi yang diadakan oleh STOP TB Partnership Indonesia memastikan bahwa hanya mereka yang memiliki potensi besar dan komitmen kuat dalam isu kesehatan masyarakat yang terpilih. Setelah dinyatakan lolos, Arbi bersama 19 peserta lainnya mendapatkan kesempatan emas untuk mendalami berbagai aspek terkait kampanye dan advokasi tuberkulosis. Pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan akan sangat berguna ketika mereka kembali ke daerah masing-masing untuk memimpin upaya pemberantasan TB di komunitas lokal mereka. Arbi sendiri mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraannya bisa ikut serta dalam program pelatihan ini. “Saya merasa sangat beruntung terpilih sebagai salah satu peserta CTI. Ini adalah kesempatan yang luar biasa tidak hanya untuk memperdalam pengetahuan saya mengenai TB, tetapi juga untuk bertemu dengan pemuda-pemuda berbakat lainnya dari seluruh Indonesia. Kami saling bertukar pengalaman dan sudut pandang, sehingga menambah wawasan kami dalam upaya bersama melawan TB,” ujarnya. Menurutnya, pertemuan dengan para pemuda dari berbagai latar belakang dan daerah juga memberikan banyak inspirasi dalam mengembangkan solusi yang lebih kreatif dan efektif dalam mengatasi permasalahan kesehatan di komunitas masing-masing. Selama lima hari, para peserta akan disibukkan dengan berbagai kegiatan yang penuh tantangan dan pembelajaran. Kegiatan pelatihan tidak hanya berbasis kelas, tetapi juga melibatkan praktik langsung yang dirancang untuk memperkuat keterampilan negosiasi dan advokasi yang diperlukan dalam menangani isu kesehatan seperti tuberkulosis. Konsep pelatihan yang inovatif ini disebut dengan “Camperience” (Camp + Experience), sebuah pendekatan yang menggabungkan suasana berkemah dengan pengalaman belajar. Dalam format ini, para peserta tidak hanya duduk mendengarkan ceramah, tetapi juga berinteraksi secara aktif melalui permainan peran dan skenario dunia fiksi. Mereka diundang untuk ‘menyelamatkan’ negara fiktif bernama Oharanesia yang sedang diserang oleh wabah tuberkulosis. Pendekatan yang unik ini membuat pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan, sekaligus menantang peserta untuk berpikir kritis dan strategis dalam merumuskan solusi yang tepat. Pada akhir pelatihan, Arbi dan rekan-rekannya diharapkan mampu membawa pulang pengetahuan baru yang bisa diaplikasikan langsung di daerah masing-masing. Mereka akan didorong untuk mengadakan kampanye dan advokasi terkait tuberkulosis, baik di tingkat organisasi mahasiswa, komunitas lokal, maupun secara individu. Melalui inisiatif ini, mereka berperan aktif dalam menyebarluaskan kesadaran tentang bahaya TB sekaligus mendorong pencegahan dini terhadap penyakit ini. Salah satu langkah konkret yang akan dilakukan oleh Arbi adalah dengan merencanakan kolaborasi antara Himpunan Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM Unhas dan Caraka TB Institute dalam mengadakan program-program kampanye dan advokasi yang lebih luas di Makassar dan sekitarnya. Program ini dijadwalkan akan dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November mendatang. “Ke depan, kami berencana untuk meluncurkan beberapa program menarik hasil kolaborasi antara Himpunan Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM Unhas dan Caraka TB Institute. Kami berharap program ini akan berdampak positif dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu kesehatan, khususnya tuberkulosis,” tambah Arbi. Ia juga menyebutkan bahwa program-program ini akan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat, untuk bersama-sama berperan dalam upaya pengendalian TB. Melalui pengalaman ini, Arbi Ahmadi menunjukkan bahwa peran mahasiswa tidak hanya terbatas pada kegiatan akademik di kampus, tetapi juga bisa menjadi motor penggerak perubahan dalam masyarakat. Dengan semangat kepemimpinan dan pengetahuan yang diperolehnya dari pelatihan ini, ia berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan pengobatan tuberkulosis, sehingga di masa depan, Indonesia bisa terbebas dari ancaman penyakit mematikan ini. Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan dan program yang akan datang, silakan ikuti media sosial @himapidunhas atau @stoptbindonesia.
Tim Pengabdian FKM Unhas Menggelar Pelatihan Kader Remaja di Posyandu Desa Kaseralau, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang

Dosen dan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Unhas) menunjukkan komitmen mereka dalam membangun generasi muda yang sehat dan berprestasi melalui program pengabdian kepada masyarakat bertajuk “Program Pemberdayaan Kader Remaja sebagai Health Volunteer Messenger dalam Upaya Pencegahan Perilaku Berisiko di Kabupaten Pinrang”. Kegiatan ini merupakan wujud nyata Tri Dharma Perguruan Tinggi Unhas dan terselenggara dengan dukungan dana hibah Universitas Hasanuddin tahun 2024 melalui LPPM Unhas. Di bawah kepemimpinan Andi Selvi Yusnitasari, SKM., M.Kes., tim dosen dan mahasiswa FKM Unhas dengan berbagai keahlian, seperti Dr. Ida Leida, SKM., MKM., M.Sc.PH. (Epidemiologi Sosial dan Perilaku), Rismayanti, SKM., MKM. (Epidemiologi Penyakit Tidak Menular) dan Marini Amalia Mansur, SKM., MPH. (Gizi Remaja), bersama-sama mengedukasi dan melatih para remaja di Posyandu Remaja Desa Kaseralau, Kecamatan Batulappa, Kabupaten Pinrang. Pada tanggal 26 Juni 2024, kegiatan ini resmi dibuka dengan dihadiri oleh Pengelola Posyandu Remaja Puskesmas Batulappa. Acara ini diisi dengan edukasi kesehatan tentang perilaku berisiko kesehatan dan upaya pencegahannya yang disampaikan oleh Andi Selvi Yusnitasari, SKM., M.Kes. Beliau menjelaskan bahwa beberapa perilaku berisiko yang sering ditemui pada remaja antara lain hubungan seks di luar nikah, hubungan seks pada usia muda, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkoba, dan perundungan (bullying). Lebih lanjut, para remaja dilatih untuk mengukur berat badan dan tinggi badan guna menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT). Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam memantau kesehatan mereka sendiri dan teman sebaya. Diharapkan melalui pelatihan ini, 40 remaja yang terlibat dalam program ini dapat menjadi agen perubahan dalam mempromosikan gaya hidup sehat di lingkungan mereka. Dampak Positif Program: “Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong terwujudnya remaja sehat dan berprestasi secara akademik di sekolah,” ujar Ketua Tim Pengabdian, Andi Selvi Yusnitasari, SKM., M.Kes. Beliau juga menambahkan bahwa program ini merupakan langkah awal dalam membangun generasi muda yang tangguh dan siap menghadapi tantangan masa depan.